Bangsa Semit merupakan suatu bangsa asli suku Arab yang selalu berpindah-pindah tempat (nomaden) untuk mencari kehidupan yeng lebih baik dari tempat sebelumnya, yang biasa disebut dengan Suku Badui.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari kebenaran tentang kawasan asal bangsa Semit. Peran peneliti dalam hal ini sangatlah penting untuk menambah pengetahuan bagi masyarakat dunia.
Berikut ini adalah teori-teori kawasan asal Bangsa Semit yang dikemukakan oleh beberapa peneliti, yaitu :
1. Teori Afrika
Teori Afrika ini dikemukakan oleh Theodor Noldeke. Ia mengatakan bahwa “ Keserumpunan Bangsa Semit dan Bangsa Hemit menunjukkan bahwa kawasan asal Bangsa Semit adalah Afrika ”. Bangsa Hemit adalah penduduk asli Afrika.
Theodor Noldeke mendasarkan teorinya ini pada kesamaan bentuk fisik antara Bangsa Semit dan Bangsa Hemit. Kesamaan bentuk fisik dari kedua bangsa tersebut yaitu mereka sama-sama memiliki ukuran tulang betis yang kecil dan keduanya memiliki bentuk rambut yang keriting.
Akan tetapi, Theodor Noldeke menegaskan bahwa teori yang dikemukakan oleh dirinya ini hanya hipotesa dan masih dapat diperdebatkan oleh ilmuwan lain. Akhirnya teori ini mendapatkan kritikan dari ilmuwan lain, karena apabila Bangsa Semit berasal dari Afrika, maka seharusnya Bahasa Semit telah menyebar di sana. Berbeda dengan hal itu, bahwa faktanya adalah Bahasa Semit tidak tersebar di seluruh Afrika, melainkan hanya tersebar di sebagian kecil Afrika yaitu Ethiopia dan Tunisia.
2. Teori Armenia
Teori Armenia ini dikemukakan oleh seorang peneliti dari Perancis bernama Renan. Ia mengatakan bahwa “ Bangsa Semit berasal dari berbagai kawasan di Armenia ”.
Renan mendasarkan teorinya ini pada Kitab Perjanjian Lama, yaitu :
a. Pasal tentang Penciptaan Alam Semesta dalam Perjanjian Lama, yang pada salah satu referensi terdapat pada ayat 10 butir 22 – 24 (10 / 22 - 24). Namun setelah diteliti lebih dalam lagi, ternyata bukan pada ayat tersebut, tetapi terdapat pada ayat 10 butir 30 (10 / 30). Pasal-pasal tersebut berbunyi :
- Ayat 10 butir 22 - 24 (10 / 22 - 24) berbunyi : “ Keturunan Sem ialah Elam, Asyur, Arpakhsad, Lud, dan Aram. Keturunan Aram ialah Us, Hul, Geter, dan Mas. Arpakhsad memperanakan Selah, dan Selah memperanakan Eber “.
- Ayat 10 butir 30 (10 / 30) berbunyi : “ Daerah kediaman mereka terbentang dari Mesa ke arah Sefar, yaitu Pegunungan di sebelah timur (Pegunungan Ararat di Armenia) ”.
b. Pasal tentang Penciptaan Alam Semesta dalam Perjanjian Lama ayat 8 butir 4 (8 / 4), yang berbunyi : “ Dalam bulan yang ketujuh, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, terkandaslah bahtera itu pada pegunungan Ararat (dalam peta modern berada di wilayah timur, dekat Armenia dan perbatasan Iran) ”.
Akan tetapi, pada teori Armenia ini terdapat kesalahan, yaitu berarti perbatasan Armenia dan Iran merupakan tempat kelahiran tidak hanya umat Islam, tetapi juga seluruh umat manusia. Hal ini menunjukkan bahwa pasal-pasal sebelumnya sangat bertentangan dengan pasal tentang Penciptaan Alam Semesta dalam Kitab Perjanjian Lama ayat 11 butir 2 (11 / 2) yang berbunyi : “ Maka berangkatlah mereka ke sebelah timur dan menjumpai tanah datar di Tanah Sinear (Bukit Sinai), lalu menetaplah mereka di sana (Babilonia) ”.
Ayat-ayat tersebut membuktikan bahwa pasal-pasal yang terdapat di dalam Kitab Perjanjian Lama hanyalah berdasarkan pada cerita-cerita rakyat setempat yang diucapkan secara turun temurun dari nenek moyang mereka yang bersifat subjektif.
Ararat Mountain, between Armenia and Turkey
3. Teori Babilonia
Teori Babilonia ini dikemukakan oleh dua orang peneliti yang bernama Ignatius Guidi dan Frets Hummel. Mereka mengatakan dalam tulisannya yang diterbitkan di Roma pada tahun 1879 bahwa : “ Kawasan asal Bangsa Semit adalah hilir Sungai Eufrat yaitu Lembah Daratan Irak (Babilonia) ”.
Dalam tulisannya, mereka mendasarkan teori Babilonia ini dengan ditemukannya kesamaan sebagian besar nama-nama dan istilah di Babilonia lebih dekat dengan Bahasa Akkadia.
Selain itu, mereka juga melihat kesamaan beberapa kosa kata Bahasa Semit Kuno di kawasan tersebut, seperti : Dalam seluruh Bahasa Semit kata نهر (sungai) adalah نهر . Akan tetapi, teori ini tidak dapat diterima begitu saja oleh para peneliti lain, karena masih banyak kosa kata yang berbeda, seperti : Dalam Bahasa Arab kata ﺠﺒﻞ (gunung), dalam Bahasa Ibrani ﻫﺮ, dalam Bahasa Aramea ﻄﻮرﺍ , dan dalam Bahasa Akkadia شد . Sedangkan semua bahasa-bahasa tersebut adalah rumpun dari Bahasa Semit.
4. Teori Arab
Teori Arab ini dikemukakan oleh Esbiringer, dkk. Mereka mengatakan bahwa “ Jazirah Arab merupakan kawasan asal Bangsa Semit ”.
Esbiringer, dkk mengatakan hal demikian karena mereka memiliki beberapa argumen yang mendukung teorinya tersebut, diantaranya :
* Sejarah telah menyebutkan bahwa kawasan subur di antara Sungai Tigris dan Sungai Eufrat selalu didatangi Suku Badui dari padang pasir yang melakukan imigrasi.
* Sejarah telah menyebutkan bahwa Bangsa Akkadia adalah orang asing yang menaklukan penduduk asli yaitu Bangsa Sumery.
* Ditemukannya artefak dengan Bahasa Sumery yang isinya bahwa negara mereka selalu dalam keadaan bahaya karena sering didatangi penduduk-penduduk asing.
* Sejarah telah menunjukkan bahwa penduduk padang pasir selalu berambisi menguasai kawasan subur dan perkotaan yang lebih maju dari mereka.
* Orang Arab yang secara genetika belum tercampir bangsa lain, memiliki bentuk fisik yang sama.
SIMPULAN:
Pada pembahasan mengenai empat teori yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti, dapat disimpulkan bahwa teori yang diakui kebenarannya hingga saat ini adalah teori keempat, yaitu Teori Arab. Berdasarkan argumen-argumen pendukung yang dikemukakan oleh Esbiringer, dkk bahwa Jazirah Arab merupakan kawasan asal Bangsa Semit dan dari sanalah mereka berpencar ke berbagai kawasan sekitar yang lebih subur dan berperadaban, karena pada awalnya Bangsa Semit bertempat tinggal di daerah padang pasir yang bukan merupakan tempat yang baik untuk didiami, sehingga mereka melakukan imigrasi ke daerah lain. Argumen tersebut juga diperkuat dengan tidak adanya perbedaan antara situasi padang pasir pada zaman dulu dengan situasi padang pasir pada zaman sekarang.
Hal tersebut menyebabkan para peneliti lain belum ada yang dapat membantah atau memperdebatkan Teori Arab yang dikemukakan oleh Esbiringer, dkk tersebut.
Wallahualam Bishawaf
Created by:
tri-ronasangsenja.blogspot.com
Mei 2008
Sabtu, 08 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar